Mengenai Saya

Foto saya
Sekumpulan orang muda berkumpul bersama untuk berdoa dan melayani Tuhan

Rabu, 27 Februari 2013

Renungan

Luk 17:11-18
Dalam perjalanan-Nya ke Yerusalem Yesus menyusur perbatasan Samaria dan Galilea. Ketika Ia memasuki suatu desa datanglah sepuluh orang kusta menemui Dia. Mereka tinggal berdiri agak jauh dan berteriak: "Yesus, Guru, kasihanilah kami!" Lalu Ia memandang mereka dan berkata: "Pergilah, perlihatkanlah dirimu kepada imam-imam." Dan sementara mereka di tengah jalan mereka menjadi tahir. Seorang dari mereka, ketika melihat bahwa ia telah sembuh, kembali sambil memuliakan Allah dengan suara nyaring, lalu tersungkur di depan kaki Yesus dan mengucap syukur kepada-Nya. Orang itu adalah seorang Samaria. Lalu Yesus berkata: "Bukankah kesepuluh orang tadi semuanya telah menjadi tahir? Di manakah yang sembilan orang itu? Tidak adakah di antara mereka yang kembali untuk memuliakan Allah selain dari pada orang asing ini?"
            Saudara-saudari yang terkasih, bagi orang Yahudi penyakit kusta merupakan keterkutukan. Setiap orang yang menderita penyakit ini selalu diasingkan dari tengah-tengah masyarakat karena mereka dianggap nazis. Ibaratnya mereka dianggap mayat berjalan di dunia ini. Sesungguhnya mereka hanya menunggu waktu saja untuk meninggalkan dunia ini. Yang paling parah lagi, biasanya mereka berjalan dengan tongkat dan lonceng dan mereka harus berjalan dari pinggir jalan. Bila satu atau dua orang sembuh (ditahirkan), ini merupakan sukacita yang amat besar dan bahkan paling besar dan berkesan selama hidupnya.
            Selama kurang lebih satu Minggu saya bersama beberapa frater pernah tinggal dan hidup bersama orang kusta di Silaumomo (Lubuk Pakam) Medan. Pada saat itu saya menjalani masa Novisit Kapusin. Kami dibagi dalam keluarga-kelaurga tersebut, kita hidup bersama mereka, membantu mereka, tidur bersama mereka dan makan bersama mereka. Awalnya ada rasa takut dan was-was, siapa tahu nanti ketularan. Namun suster FSE yang ada di sana menjelaskan bahwa itu tidak perlu ditakuti lagi. Dan seiring berjalannya waktu kami menjadi biasa dan dapat berkomunikasi dengan baik bersama mereka. Selama di sana kesan saya mereka sangat tertutup dan malu atas penyakit yang mereka derita. Pada awalnya mereka sangat marah dan berontak pada Tuhan atas penderitaan mereka itu namun lama-kelamaan mereka dapat bersyukur atas segala peristiwa yang menimpa mereka dan bahkan kemampuan mereka terkadang melebihi manusia normal, misalnya: kerja mereka sangat baik: membuat peralatan-peralatan rumah tangga, kursi, lemari, meja dan bahkan dari mereka dipesan untuk membuta mimbar dan altar untuk beberapa gereja Katolik.
            Saudara-saudari yang terkasih, rasa syukur adalah tema permenungan kita kali ini. Apakah kita pernah bersyukur kepada Tuhan atas hidup yang telah kita peroleh? Atas nafas kehidupan, atas makanan, atas minuman, atas orang-orang yang mencintai kita: orang tua, bapa\ibu, saudara\i, teman-teman kita dan sanak keluarga. Apakah kita pernah bersyukur atas kesehatan, umur yang panjang. Ada yang telah 18 tahun, 19 tahun, 20 tahun, 21 tahun, dst. Atau apakah kita sudah dapat bersyukur atas segala yang kita peroleh sampai saat ini? Misalnya bakat-bakat kita, kemampuan belajar kita, prestasi yang telah kita capai, pekerjaan kita. Atau setidak-tidaknya sudah kita mampu bersyukur atas kesempatan yang kita peroleh untuk bermenung dan mencari Tuhan di tempat ini? Atau jangan-jangan kita datang legio hanya sebagai formalitas belaka, karena tuntutan dan desakan peraturan legioner.
            Saudara-saudari yang terkasih marilah kita belajar dari orang kusta yang dikisahkan dalam Injil Lukas tadi. Ia merasa bahagia dan bergembira atas kesembuhan yang ia peroleh dengan cuma-cuma dari Yesus. Ia tidak tinggal tetap dalam kegembiraannya itu namun bergerak dan berbuat lagi. Ia bergegas dan menjumpai Yesus untuk mengucap syukur atas kesembuhannya. Rasa syukurnya itu disambut Yesus dengan baik dan penuh berkah karena dengan demikian Yesus kembali menyempurnakan rasa syukurnya tersebut. Rasa syukur itu juga menjadi suatu ungkapan kemampuan diri untuk berterima kasih atas segala yang diperoleh selama ini. Hendaknya kita tidak tinggal hanya dalam rasa syukur itu saja namun bergegas dan berbuat lagi. Kita punya potensi untuk itu karena kita telah diperlengkapiNya dengan berbagai kesempurnaan. Semuanya itu diberikan untuk menjadikan kita manusia yang lebih berdaya guna dihadapan Tuhan dan sesama kita.
            Saudar-saudarai yang terkasih di saat kita mampu mensyukuri pemberian-Nya pada saat itulah rahmat itu berlipat ganda dan berbuah untuk kita. Dalam hidup ini terkadang kita tidak mudah mensyukuri atas segala peristiwa yang menimpa hidup kita, sangat dibutuhkan kesadaran dan pengorbanan yang intens. Namun percayalah orang yang telah berjuang sungguh-sungguh pasti akan menemukan sukacita berlimpah dari pada orang yang sama sekali tidak berbuat apa-apa. Kita lebih berharga di hadapan Tuhan bila berani melangkahkan kaki selangkah dari pada diam seribu bahasa tanpa  berbuat apa-apa. *Amen*

Minggu, 18 September 2011

PUISI


SUARA ALAM
Oleh : Edwin Tinambunan

Kala sang surya terbit dari peraduannya
menyuarakan berjuta kasih dan impian
Pancaran sinarnya amat lembut
namun sangat tajam dan penuh daya
menembus ke haribaan sukmaku

Kedua mataku terbelalak
terjaga dari lelapnya tidurku
Perlahan-lahan kudengar gemericik air
menyapa suara kehidupan
menyelimuti pribadiku yang fana ini
mengajak suara hati tiap insan
untuk memulai lembaran hidup di dunia ini

Sejuknya sapaan angin
menyentuh ragaku yang gersang ini
Kudibawa terbang ke cakrawala
berselendangkan pelangi kasih
beratapkan awan gemawan
beriramakan kicauan burung
bersinggasanakan pegunungan nan hijau
bertahtakan udara pegunungan
Sekali saja aku terjaga dari khayalanku
sukmaku telah terbawa mimpi indah
Kenangan indah saat muda, saat kejayaanku
Kala manusia dan alam saling mencintai
saling memberi, saling melengkapi
membentuk harmoni cakrawala ini

Nyatanya saat ini, detik ini
manusia kehilangan kemanusiaannya
Pohon-pohon nan hijau bertumbangan
Udara mulai memanas dan menyengat
Air mulai keruh dan menghitam
Tanah meradang, berasapkan tebal
Binatang-binatang dibantai dengan brutal
dan manusia pun akan musnah
oleh kesombongan dan keserakahannya

Aku sedih dan malu
Di mana masa-masa indahku itu
Aku tertunduk lesu menutup muka
melihat sesamaku memperebutkan  harta duniawi ini
Perlahan-lahan bulir-bulir air mata berderai
Aku terisak sangat dalam dan tertekan
bagi sesamaku ke haribaan sukmaku

Katanya manusia itu alat-Nya
nyatanya menjadi perampok di tengah hutan
Katanya manusia itu pengamal cinta kasih
nyatanya cinta diri dan pemerkosa alam
Oh... manusia di mana kemanusiaanmu
di mana cinta kasih sejatimu
di mana kebijaksanaanmu

Namun tiba-tiba seberkas cahaya nan lembut
menyejukkan hati dan jiwaku
“Di sini  dan saat ini lepaskan segala batas-batasmu
Hempaskan pada hembusan angin Timur
Tenggelamkan pada lautan samudra luas
Biarkan alam ini sucikan kamu kembali

Sesungguhnya mereka hanya butuh cinta
Cinta sejati dari ibu untuk anaknya
Cinta memberi tanpa menuntut balas
Cinta pengorbanan bagi domba-dombanya
yang tanpa pandang bulu

Untuknyalah aku ada
Untukkulah dia ada
Kami saling mengadakan
Membentuk harmoni kehidupan ini.

Minggu, 21 Agustus 2011


Judul Buku     : Suara Hati dan Doa
Penulis            : Dennis J. Billy, CSsR dan James F. Keating
Penerbit          : Kanisius, 2009
Tebal               : 198 hlm.
            Doa adalah seruan hati terdalam kepada Allah, dengannya terjadi kontak personal antara Allah dan manusia, atas dasar wahyu dan iman. Sementara suara hati adalah suatu keinsafan batin yang mempengaruhi hati kita masing-masing serta menyatakan kepada kita suatu keinginan yang muncul dengan baik atau tidak baik bagi manusia sebagai manusia. Suara hati adalah kompas menuju pemanusiaan sejati, memperlihatkan serta mendorong manusia menuju pemanusiaannya yang tulen. Perspektif doa dan suara hati berbeda namun mempunyai relevansi yang sangat kuat, hal inilah yang akan dibahas dalam buku ini.
            Pernyataan tentang doa dan suara hati dalam tradisi Kristen mengungkapkan pola relasi yang kompleks. Sepanjang sejarah kristianitas Timur kemitraan antara doa dan sura hati diungkapkan dalam pandangan Neoplatonis. Ia sangat mendukung pemahaman tentang relasi antara Allah dan manusia, antara iman dan akal budi dan antara spiritualitas dan moralitas. Sebaliknya sejarah kristianitas Barat menekankan relasi antara doa dan suara hati yang sangat dekat, doa mendukung suara hati, doa berada di sekitar suara hati, doa memisahkan diri dari suara hati, doa mengarahkan kembali kepada suara hati, dan akhirnya doa berintegrasi dengan suara hati.
            Menyatukan pemahaman tentang doa dan suara hati tidaklah mudah karena sudut pandang yang berbeda satu sama lain. Doa dan suara hati termuat dalam satu kesatuan dalam diri manusia baik sebagi individu maupun personal. Wujudnyatanya mempersatukan ajaran dan nasihat, perintah dan sabda bahagia itu, membutuhkan penguraian relasi antara rasionalitas dan spiritualitas. Integrasi aspek-aspek ini mempunyai dua aspek teologis: pertama, pentingnya doa dan penegasan spiritual. Kedua aspek ini akan membantu mengatasi dilema-dilema suara hati yang muncul di antara kaum beriman, khususnya bila berhadapan dengan realitas dan sesama. Kedua, pentingnya mengedepankan refleksi teologi moral sebagai pengalaman manusia yang dihubungkan dengan kemanusiaan Yesus Kristus. Hal ini telah dimuali para uskup dan teolog dalam integritas gereja universal.
            Spritulaitas Kristen adalah ilmu yang memfokuskan pribadi Kristus dalam hidupnya yang konkret, hal ini sering juga disebut sebagai Spiritualitas Trinitas yang bersifat dialogis. Allah telah mengkomunikasikan diri kepada manusia lewat Putra-Nya dan manusia dapat menanggapinya melalui keteguhan imannya. Dialog ini terbuka dengan memasukkan Bapa, Putra dan roh Kudus. Yesus adalah perantara antara Bapa dan diri kita sendiri. Kepenuhan itu kemudian disempurnakan dalam Roh Kudus yang turun atas diri para pengikut-Nya. Kekhasan Spiritualitas Kristen adalah makna kehidupan manusia yang selamanya dikaitkan dengan kemanusiaan Yesus Kristus.
            Pada dasarnya roh memenuhi suara hati. Ia bersemayam dalam diri manusia secara aktif ketika manusia mendengarkan kehendak Allah. Roh itu membebaskan manusia sehingga taat, bukan karena keterpaksaan, tetapi karena cinta kasih. Ia membebaskan manusia untuk mendengarkan dengan penuh kekaguman misteri  penyelamatan itu. Paus Yohanes Paulus II menyatakan, suara hati adalah suara Allah. Dalam posisi seperti ini, ada bahaya, orang-orang atau lembaga-lembaga akan mengklaim apa yang mereka pikirkan tidak memenuhi syarat seperti yang dipikirkan Allah. Artinya suara hati tidak memberikan tempat bagi peranan akal budi dalam menemukan dan menciptakan moral yang baik. Oleh karena itu sura hati, baru hidup dalam realitas sebagai pribadi komunal.
            Seseorang hendaknya bertindak dengan suara hatinya yang jujur. Gagasan ini akan menjadi puncak kesombongan jika suara hati tidak lebih dari pada membicarakan dirinya sendiri atau kebebasannya. Jika Allah tidak hadir dalam suara hati, ia akan bertentangan dengan dirinya yang berpuncak pada egoisme. Komunikasi vertikal dengan Allah dibangun lewat doa. Doa ditempatkan sebagai yang esensial dan intrinsik bagi semua keputusan etika yang berasal dari intensitasnya.
            Doa terjadi karena cinta. Cinta Allah membentuk peranan yang signifikan dan tempat bagi kesalehan dan devosi. Inti doa yang mengilhami suara hati adalah pengalaman dasar Spiritualitas Kristiani: manusia disapa oleh Allah dalam Kristus melalui Gereja, dan sapaan ini menemukan dan mengarahkan orang kepada realitas.  Doa merupakan suatu keterbukaan terhadap realitas akal budi dalam memikirkan Allah karena cinta kepada Kristus. Lewat keterbukaan ini tercipta suatu kesatuan yang mendalam antara manusia dan Allahnya. Sehingga penerimaan doa yang mengilhami suara hati menjadi kunci kebenaran dalam pembentukan suara hati itu demi penegasan tingkah laku moral.
            Dalam penilaian aktual suara hati, Orang Kristen percaya akan usahanya untuk menegaskan kebenaran Suara Allah yang telah didengar. Seseorang menjadi bijaksana bukan hanya dengan mendengarkan; dia juga harus menyesuaikan diri. Orang sakit tidak disembuhkan dengan hanya mendengarkan seorang dokter, dia juga harus mengikuti resepnya. Doa tidak dipergunakan untuk memperoleh jawaban-jawaban moral yang baik. Doa menjadi dasar pembentukan moral dan memberikan posisi yang aman. Doa dapat menghilangkan sekularisasi dari arus zaman  dan memberikan dampak religius yang defensif terhadap penyelidikan moral. Hal itu nyata bila manusia sampai pada realitas keputusan atas sura hatinya.

Refleksi Atas Buku
Sangat menarik memahami dan mendalami isi buku ini. Relevansi doa dan suara hati diupayakan dengan baik tanpa menghilangkan identitas masing-masing. Doa menghantar orang pada pemahaman suara hati yang mendalam. Melalui doa suara hati semakin dipertajam, hubungan dengan yang Ilahi semakin dipererat dan perlahan lahan terjadi hubungan yang mesra dengan sesama. Suara hati membantu tiap orang mengambil keputusan yang baik dan benar. Kondisi ini pasti berhubungan langsung antara manusia sebagi pribadi dan person. Buku ini sangat baik dibaca oleh orang-orang yang mengintensifkan diri dalam suasana doa. Hidup doa akan semakin diperkaya dan intensitas dengan sesama semakin matang. Setiap tindakan tidak lagi atas dasar suka atau tidak suka namun lebih pada pengambilan keputusan dengan suara hati.

Jumat, 01 Juli 2011

BERSIKAPLAH TULUS


Betapa senangnya menemukan sahabat atau rekan atau siapapun yang bersikap tulus. Ketulusan tidak sama dengan sebuah pandangan yang serius, kering dan tanpa senyum terhadap kehidupan. Ketulusan berarti hidup yang bebas dari kepura-puraan dan tipu daya.
            Ketulusan artinya jujur, apa adanya, dan riil dalam setiap sikap. Apa yang kita perlihatkan, itulah yang kita dapat. Tidak ada raut wajah yang berbeda dalam setiap situasi dan kesempatan. Tidak ada gunanya membuat orang terkesan hanya karena status sosial mereka dan ingin dihargai oleh mereka. Tetapi juga tidak bersikap merendahkan orang lain yang tidak sesuai dengan ukuran atau standar penghargaan yang kita pegang dan anut.   
            Banyak orang yang dapat kita teladani sikap ketulusannya, misalnya: St. Fransiskus Assisi yang mau dan ingin mengikuti Tuhan dengan tulus, ia tidak mau kongkalikong dengan Yesus. Bahkan dapat dikatakan ketulusannya sangat radikal. Ada juga Ibu Teresia dari Kalkutta yang mau dan rela melayani orang kecil. Ia membuat mereka menjadi manusia yang seutuhnya, sehingga layak untuk mengakhiri hidupnya sebagai manusia. Dan di sekitar kita, dapat kita lihat Pater Adelbert Ia mampu mengabdikan dirinya dalam dunia pendidikan kurang lebih 40 tahun tanpa mengeluh. Ia mampu melakukannya semuanya itu karena ia mengabdikan hidupnya bagi persaudaraan ini dengan tulus. Dan yang tidak boleh kita lupakan ialah Yesus sendiri yang kita ikuti dan kita puja.
            Bersikap tulus membantu kita merasakan kebahagiaan sebab kita menerima diri kita dan orang lain di sekitar kita apa adanya. Kita tidak perlu berpura-pura menjadi seseorang yang bukan diri kita yang sejati. Kita tidak perlu cemas mengingat bagaimana terakhir kali kita bersikap di hadapan orang lain. Kita selalu tampil dengan kepribadian yang sama. Hal ini dapat sangat menyederhanakan hidup. Pada sore hari ini Yesus mengajarkan kita untuk bersikap tulus satu sama lain seperti halnya seorang anak kecil. Anak kecil itu bertindak begitu polos dan lugu namun penuh perhatian. Pengabdian seorang anak kecil itu patut juga diteladani. Mereka melakukan segala yang diperintahkan oleh yang mereka percayai. Mereka kerjakan dengan tulus sebab mereka yakin itu semua pasti baik adanya.
            Banyak orang terjebak dalam pikiran bahwa mereka harus hidup dengan standar-standar material tertentu. Mereka harus memiliki benda ini benda itu agar hidup mereka lebih berharga di hadapan sesamanya. Memang harus juga kita sadari bahwa orang yang menginginkan segala-galanya belum tentu hidupnya dangkal. Sebab banyak juga orang berada yang sungguh-sungguh beriman. Hanya masalahnya sikap dan keterikatan orang tersebut pada benda-benda material tersebut, bukan kepemilikannya.
            Jika kita terus-menerus ingin memiliki dan tidak pernah puas walau sudah banyak yang kita miliki, marilah kita sejenak mundur untuk memeriksa nilai-nilai hidup yang kita pegang. Apakah kita mau mencari ketulusan di atas hal-hal duniawi? Apakah kita mau mengorbankan kepentingan kita untuk sesama kita, untuk saudara kita dan untuk komunitas kita? Ketulusan merupakan salah satu jalan menuju kebahagiaan. Maka bersiaplah tersenyum dengan tulus. Ulurkan tangan yang tulus untuk menawarkan bantuan. Milikilah hasrat yang sehati, bukan untuk mempermainkan emosi orang lain. Berjabat tanganlah sesekali saja dan temukanlah rasanya berjabat tangan yang tulus itu. Orang tidak akan pernah salah saat bersikap tulus untuk menyapa sesamanya. Dan orang pun akan dapat merasakan ketulusan itu dan mereka pasti akan menghargainya.
Marilah sekali lagi kita mengingat kata-kata Bapa St. Fransiskus: “Marilah kita berbuat sekali lagi sebab sampai saat ini kita belum berbuat apa-apa.”

Rabu, 29 Juni 2011

Pembahasan Buku Pegangan


BAB 37
SARAN PELAKSANAAN TUGAS LEGIO
13. Anjuran mengikuti Misa Harian dan Devosi pada Sakramen Maha Kudus
Yesus Kristus dan Gereja mengharapkan umat Kristen menghadiri perayaan Kudus setiap hari. Dasar dari harapan ini adalah bahwa umat Kristen harus bersatu dengan Allah dalam sakramen untuk memperoleh kekuatan dalam menolak godaan, menghapus kesalahan kecil dalam kejadian sehari-hari dan untuk mengambil langkah pencegahan terhadapa dosa yang lebih besar yang mencobai kelemahan moral manusia. Menghadiri Misa Kudus dipandang bukan sebagai suatu pekerjaan tetapi harus diingat dan diikuti dengan tekun sebagai bagian dari kegiatan Legio yang tidak dapat dipisahakan.(Lihat bab 8: Legioner dan Ekaristi Kudu)
Apa itu sakramen? Sakramen akar katanya berasal dari Bahasa Latin, yakni: sacra yang artinya suci. Jadi sakramen adalah sarana yang diberikan oleh Allah untuk menyucikan manusia. Sementara berbagai sarana yang digunakan dalam sakramen tersebut dinamakan sakramentali, misalnya: hosti dan anggur untuk Perayaan Ekaristi; air, lilin dan kain putih untuk Sakramen Baptis dll. Dalam gereja Katolik ada 7 sakramen, yakni: Sakramen Baptis, Sakramen Ekaristi, Sakramen Krisma, Sakramen Tobat, Sakramen Pengurapan Orang Sakit, Sakramen Perkawinan dan Sakramen Imamat. Namun kali ini kita hanya akan membahas Sakramen Ekaristi dalam kaitannya dengan Legio Maria (Lihat juga bab 8, no. 1, 3 dan 4).
Mengapa Legioner diwajibkan untuk mengikuti Perayaan Ekaristi? Misa Kudus bukan sekedar menghadirkan kembali secara simbolis kejadian masa lalu, tetapi Misa Kudus menghidupkan kembali di tengah-tengah kita secara nyata Peristiwa Agung yang digenapi Tuhan di Kalvari  untuk menebus dunia. Sebagai seorang pelayan tentu Legioner harus memperoleh kekutan. Sumber kekutan itu adalah Tuhan sendiri yang hadir dan nyata dalam Perayaan Ekaristi. Ia tidak hanya datang melalui Sabda-Nya tetapi juga kita sambut dalam Komuni Suci. Oleh karena itu sebaiknya Perayaan Ekaristi dirayakan dalam satu kesatuan, dari awal sampai akhir. Sangat tidak baik bila dirayakan hanya sebahagaian saja. Sebab Perayaan Ekarasti tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat terpisahkan.
Sebagai Legioner harus juga dipahami, makna Ekaristi dalam persatuan dengan Maria. Dalam Peristiwa Kalvari Maria turut serta hadir, Ia bukan hanya melihat saja tetapi dengan iman dan kekuatan yang tersisa ia menerobos Tenatara Romawai masuk menjumpai Purtanya yang tergantung di salib. Peristiwa ini turut menggugah Serdadu Romawi yang merupakan penguasa duniawi. Ia bertobat bukan saja karena kesaksian iman yang dilihatnya tetapi juga berkat doa-doa Maria. Lewat peristiwa Kalvari juga tercermin tugas perutusan pada manusia. Yohanes melambangkan manusia yang menerima tugas dari Yesus. Yohanes menerima Maria sebagai Ibu, itu bukan hanya ibu Yohanes tetapi Ibu umat manusia. Sementara Yohanes menjadi anak bagai Maria, kapasitas anak bukan hanya untuk Yohanes saja tetapi bagai umat manusia seluruhnya. Jadi, lewat peristiwa Kalvari tercemin juga Kasih sayang antar seorang ibu dan anak.
Perayaan Ekaristi adalah sumber kekuatan Legioner, maka setiap orang yang menamakan diri Legioner harus mengikutinya, bukan semata perayaan wajib saja tetapi sumber Inspirasi hidup.

Kamis, 23 Juni 2011

Pembahasan Buku Pegangan

BAB 32
KEBERATAN-KEBERATAN YANG MUNGKIN DIANTISIPASI
1.        Legio tidak dibutuhkan di sini
Setiap orang yang merintis untuk mendirikan Legio di daerah yang baru harus bersiap-siap menerima suatu penolakan. Pertanyaanya mengapa bisa demikian? Tujuan utama Legio adalah mengembangkan semangat dan jiwa Katolik yang dapat diaplikasikan dalam pekerjaan apa saja. Kadang-kadang di tempat tertentu iman Katolik sulit diterima.
Pere Raoul Plus mengatakan orang Kristen adalah mereka kepada siapa Allah mempercayakan sesamanya. Ungkapan ini menggambarkan betapa mendasaranya kebutuhan kerasulan itu. Sehingga masyarakat luas tidak mengganggp agama sebagai rutinitas. Setiap orang yang ingin merasul harus benar-benar dipersiapkan dengan baik dan para petinggi turut serta bertanggung jawab didalamnya.
2.        Tidak ada orang yang cakap untuk menjadi anggota
Uskup Alfred O’Rahilly yang telah mempelajari kegiatan Legio, pernah mengatakan: “Saya menemukan sesuatu yang hebat, atau tepatnya saya melihat bahwa penemuan telah terjadi, bahwa ada kepahlawanan yang tersembunyi dalam diri pria dan wanita yang tampaknya biasa-biasa saja; sumber-sumber kekuatan yang sebelumnya tidak diketahui, telah digali.” Setiap tempat (toko, kantor atau tempat kerja lainnya) berpotensi menghasilkan legioner, hal ini menimbulkan adanya perbedaan pengetahuan setipa legioner. Namun Legio tidak terbatas pada golongan, suku atau lapisan masyarakat tertentu dan hal ini secara implicit terungkap dalam pernyataan Uskup Alfred tadi. Ungkapan “tidak ada orang yang cakap untuk menjadi anggota” menyiratkan makna bahwa setiap legioner butuh proses pembelajaran.
Bila kesulitan mendapatakan anggota, hal itu mengindikiasikan tingkat spritualitas di tempat tersebut sangat rendah, oleh karena itu setiap legioner harus bekerja aktif sebagai ragi meningkatakan taraf hidup rohani.
3.        Kunjungan para Legioner tidak disukai
Sejauh ini Legio tidak pernah mengalami kesulitan dalam kunjungan di manapun. Bila ada tanggapan negative atau sambutan yang dingin atas Legioner, itu merupakan bukti ketidak acuah terhadap agama. Justru disaat Legioner tidak disukai, disitulah karya yang paling dibutuhkan.  Salah satu caranya dengan melakukan pendekatan pada keluaraga, keluarga merupakan titik tolak strategis dalam hal kerohanian. Bila berhasil merebut hati keluarga, berhasil pula merebut hati masyarakat.
4.        Anak muda harus bekerja keras sepanjang hari dan mereka membutuhkan istirahat dalam waktu luang mereka
St. Yohanes Chrisostomus berkata: “Belum pernah ia dapat meyakinkan dirinya bahwa seseorang dapat mencapai keselamatan tanpa berbuat sesuatupun bagi keselamtan sesamanya.” Orang muda kerap lebih banyak menghabiskan waktunya dalam hiburan yang kurang baik dari pada istirahat yang sungguh-sungguh. Alangkah baiknya kaum muda memberikan buah pertama waktu luangnya bagi Allah sebagai anggota Legio. Buah itu memberi semangat seumur hidup dan membuat wajah tetap berseri. Waktu rekreasi akan semakin dinikmati kerena diperoleh dengan pantas.
5.        Legio hanya salah satu dari sekian banyak organisasi yang mempunyai cita-cita dan program yang sama
Banyak organisasi yang karya pelayanannya mirip dengan Legio, namun keunikan yang tetap dimiliki Legio ini adalah bentuk spritualitasnya nyata, acara doa tetap, tugas mingguan konkrit, laporan mingguan yang tetap dan pelaksanaan yang sungguh-sungguh serta dasar perasatuannya atas teladan Maria.
6.        Karya legio telah dijalankan oleh perwakilan lain. Ada kemungkinan Legio tumpang tindih dengan mereka
Sering kali Legio ditolak karena sudah ada organisasi lain yang meskipun punya nama namun tidak punya kinerja. Namun pada prinsipnya pekerjaan itu belum selesai dikerjakan bila hanya dikerjakan beberapa lusin tenaga kerja. Seharusnya pekerjaan itu butuh beratus-ratus  bahkan beribu-ribu tenaga. Sering kali pekerja lebih sedikit, hal itu tidak terjadi karena adanya kekurangan metode dan semangat. Bijaksana bila menguji Legio dengan memberiakan tugas yang terbatas tujuannya agar diperoleh hasil yang memuaskan. Legio hadir bukan untuk mencari-cari pekerjaan baru, melainkan mecari bentuk baru bagi pekerjaan yang sudah ada.
7.        Sudah terlalu banyak organisasi. Jalan yang paling baik ialah mengidupkan kembali organisasi yang sudah ada atau memperbanyak tugas sedemikian rupa samapai mencakup tugas yang direncanakan Legio
Ilustrasinya, tidak ada gunanya import pesawat terbang, lebih baik kita mengembangkan sebuah mobil agar dapat terbang. Lebih baik mengembangkan yang sudah dimulai Legio dan membawanya ke tempat yang baru.
8.        Wilayah ini sempit. Di sini tidak ada tempat bagi Legio
Dalam suatu tempat mungkin pendudukanya baik-baik saja, namun macet dalam kualitas moral dan pengembangan masyarakat, kebanyakan orang muda melarikan diri ke kota yang padat yang tidak mendapat dukungan moral. Masalah timbul karena tidak ada lagi cita-cita religious. Untuk menghidupkan kembali masyarakat itu perlu diciptakan kembali kelompok kerasulan yang pekerjaannya cocok dengan tempat itu.
9.        Karena sifatnya, beberapa karya rohani Legio merupakan tugas imam, dan hanya dapat diwakilkan kepada awam bila imam betul-betul tidak sempat melakukannya. Padahal sebenarnya, saya dapat mengunjungi umat saya beberapa kali dalam setahun dengan hasil yang memuaskan.
Pertama dalam perayaan Ekaristi dan Pengakuan Dosa. Sebuah kota yang suci sekali pun masih terdapat orang-orang berdosa dan bergolak dalam masalah-masalah peradaban dunia modern. Orang mungkin dapat mengikuti misa tiap hari atau sekali seminggu atau bahkan sekali sebulan, tetapi mengapa kamar pengakuan yang buka empat atau lima jam dalam seminggu seringkali kosong? Dimana letak ketidak seimbangan itu? (Justru ketika orang jarang mengikuti misa rasa ingin mengaku dosa makin kuat).
Kedua visitasi (kunjungan). St. Carolus Boromeus pernah berkata: “Satu jiwa ibarat sebuah keuskupan bagi seorang uskup.” Bila dihitung-hitung, berapa waktu yang dibutuhkan imam bila ia mengunjungi satu umatnya setengah jam. Namun pertanyaannya, apakah waktu kunjungan setengah jam itu cukup? Dikatakan bila seorang imam sibuk maka ia dapat dibantu oleh Legio, dengan menyediakan wakil-wakil yang bersemangat, yang serang diri berbuat banyak, yang patuh pada perintahnya, yang sungguh-sungguh bergati-hati, yang mampu mendekati pribadi dan keluarga, yang mempunyai daya tarik hebat. Ada dua karunia yang mampu diberikam Legio bagi seorang imam yakni pertama: Roh Kudus yang merupakan salah satu sumber hidup dan yang kedua mata air yang mampu memperbaharui hati nurani.
10.    Saya khawatir ada perbuatan tidak bijaksana dari pihak anggota
Sebagaian orang mungkin tidak mau menuai panenan karena takut mereka akan merusak tangkai tanaman.  Hal ini dapat diumpamakan dengan jiwa-jiwa yang miskin, sakit, cacat dan menderita. Namun dalam hal ini Allah justru memerintahkan untuk menuai dan mengumpulkan mereka dengan mengerahkan pasukan-pasukan awam (Legio). Mungkin kelihatan kurang bijaksana, namun ada dua cara untuk menghindari sikap kurang bijaksana itu: sikap malu akan kelambanan dan disiplin ketat. Sejarah Legio hingga kini tidak menganjurkan perbuatan yang kurang bijaksana.
11.    Selalu akan ada rintangan-rintangan untuk mengawali suatu karya
Dalam setiap perjalanan pasti akan mengalami rintangan. Kardinal Newman pernah berkata: “mereka yang selalu membidik, tidak memperoleh sasaran; mereka yang tidak pernah berusaha, tidak pernah memperoleh keuntungan, mereka yang selalu mencari selamat, selalu goya; dan mereka yang melakukan kebaikan cukup banyak adalah untuk membayar ketidak-sempurnaan yang kadang-kadang terjadi.”